MASALAH PENCERNAAN BAYI, DUH BIKIN NYERI

Wednesday, December 1, 2010


"Mmmmphhhh...eeeh...eeeh," kasihan sekali kalau bayi kesakitan gara-gara susah buang air besar. Penanganannya memang harus oleh dokter, tapi deteksinya bisa kita lakukan di rumah.
"Heran, kok, Alya buang air besarnya tidak lancar, Dok? Dalam sehari kadang tidak sama sekali!" keluh Mira pada dokter yang menangani putrinya. Kekhawatiran Mira itu ditambah lagi dengan seringnya ia menemukan kotoran berbentuk kerikil kecil agak keras di popok Alya. Nah, apakah pola buang air besar seperti bayinya ini merupakan indikasi masalah pencernaan?
Pengamatan seperti yang dilakukan Mira sebetulnya merupakan deteksi dini terhadap gangguan pencernaan yang dialami bayi. Hal ini sangat membantu agar setiap gangguan tidak terlambat ditangani atau paling tidak ditanyakan kepada ahlinya. Hanya saja untuk bisa melakukan deteksi di rumah, "Tentunya orang tua harus memahami dulu organ-organ yang ikut dalam proses pencernaan, juga jenis tinja yang baik dan tidak," ujar dr. Hadjat S. Digdowirogo, Sp.A., dari RS Medika Permata Hijau, Jakarta Barat.
PROSES PENCERNAAN
Proses pencernaan pada bayi, kata Hadjat, dimulai saat minum atau mengunyah makan dan diakhiri ketika buang air besar. Saat mengunyah atau penghancuran secara mekanik oleh gigi, makanan akan dicampur dengan enzim di dalam mulut sehingga terjadi pemecahan makanan secara kimiawi ke arah yang lebih sederhana.
Selanjutnya makanan masuk ke lambung, di tempat ini makanan akan bercampur dengan asam lambung dan enzim-enzim. Selanjutnya, makanan diolah di usus halus. Masih dengan bantuan enzim, di sini makanan diubah menjadi sari makanan untuk kemudian diserap melalui peredaran darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. "Nah, sisa dari makanan itu atau ampasnya dioper ke usus besar dan dibuang melalui lubang dubur," lanjut Hadjat.
Bila semua organ pencernaan bekerja dengan baik, maka gangguan tidak akan terjadi. Itu pun bila asupan makanan yang masuk seimbang gizinya. Berikutnya, orang tua harus pula mengetahui ciri-ciri kotoran yang dikategorikan baik. Setelah bayi berusia tujuh hari, kotorannya akan berwarna kuning. Ini dikarenakan ampas makanannya bercampur dengan cairan empedu yang berwarna kuning. Kotoran pun sangat lunak dan keluarnya agak banyak tidak sedikit-sedikit seukuran batu kerikil misalnya. "Namun pada bayi yang masih menyusui secara eksklusif terkadang kotorannya encer, hal ini normal mengingat ASI berfungsi sebagai pencahar," kata Hadjat.
DETEKSI LEWAT TANDA
Dokter spesialis anak ini pun memberikan penjelasan beberapa hal yang bisa dijadikan patokan untuk mendeteksi gangguan pencernaan. Namun, observasi di rumah hanyalah tindakan awal saja, untuk selanjutnya harus segera ditangani oleh ahlinya.
* Gangguan Motorik Usus
Melalui proses kerjanya usus akan mendorong makanan yang masuk ke arah dubur dengan proses peristaltiknya, yakni mengembang dan mengempiskan dindingnya yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom usus. Kalau ada gangguan pada persarafannya maka motorik usus terganggu sehingga makanan dan sisa makanan bertumpuk di dalam usus. Biasanya hal ini membuat bayi sakit perut, muntah, atau kembung, ditambah rewel. Cobalah perhatikan dengan saksama karena bayi belum bisa mengungkapkannya dengan jelas, seringkali dia hanya jadi lebih rewel dari biasanya.
* Tidak Terdapat Lubang Dubur


Tidak adanya lubang dubur atau disebut atresia ani terjadi 1 di antara 4.000 kelahiran hidup. Untuk mengetahui ada tidaknya lubang dubur biasanya dokter atau bidan yang menangani kelahiran akan memasukkan alat, termometer misalnya, di daerah duburnya. "Kalau tidak ada lubangnya maka alat tidak bisa masuk, begitu sebaliknya."
Bila positif tidak terdapat lubang dubur maka setelah berumur 24 jam, bayi harus difoto rontgen dalam posisi nungging atau kepala di bawah. Bila petugas medis di tempat kelahiran bayi tidak bisa melakukannya, ia harus dirujuk ke rumah sakit. Dokter bedah akan membuatkan lubang dubur sementara. Mengenai tempatnya tergantung pada jarak usus yang mampat. "Kalau pendek mungkin usus langsung ditarik turun dan dibuatkan lubang."
Namun kalau panjang, biasanya dibuatkan dulu lubang lewat dinding perut. Nantinya di usia 5 bulan misalnya, lubang dubur akan dibuat dengan cara pembedahan. "Hal ini tergantung dari kondisi anak, sudah siap atau belum," ujarnya.
* Penyempitan Usus Besar atau Hirschprung
Yaitu penyempitan di usus besar yang disebabkan adanya bagian usus yang tidak memiliki ganglion syaraf pada dindingnya. Kebanyakan merupakan kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi 1 banding 5.000 kelahiran hidup dan 4 berbanding 1 terhadap laki-laki dan perempuan.
Deteksi yang bisa dilakukan dengan melihat tinja bayi. Misalnya apakah tinja yang keluar ukurannya kecil-kecil seukuran kerikil atau kotoran kambing. Lalu, apakah frekuensi BAB-nya pun jarang dan tidak teratur, bahkan dalam sehari terkadang sama sekali tidak BAB. Padahal, sekali sehari adalah kebutuhan minimal bayi dalam BAB. Selanjutnya, bila perut bayi dipegang maka akan terasa kembung karena kotorannya tidak bisa atau sulit sekali dikeluarkan.
Seperti halnya tidak ada lubang dubur, kelainan ini pun harus ditangani dengan mem- buatkan anus buatan di perut bayi untuk mengeluarkan kotoran yang tersumbat. Nantinya, lubang pembuangan ini dikembalikan ke dubur dengan cara pembedahan.
* Penyempitan Lubang Dubur
Penyempitan pun bisa terjadi di lubang dubur. Bedanya dengan hirscprung, penyempitan di lubang dubur membuat kotoran berkumpul tepat di atasnya sehingga bila dimasukkan alat ke dalam dubur maka kotoran akan langsung teraba. Tetapi dalam kasus hirschprung, kotoran tidak akan teraba karena letaknya di usus besar, tepatnya di atas penyempitan. "Tindakan pemeriksaan ini jangan dilakukan sendiri melainkan oleh dokter," ujar Hadjat memperingatkan.
Untuk mendeteksinya hampir sama dengan hirschprung, yakni kotoran keluar kecil-kecil, bisa terjadi kembung, ditambah bayi akan menjerit setiap kali BAB karena merasakan sakit di sekitar duburnya.
* Gangguan Fungsi
Selain gangguan pada organ pencernaan, gangguan juga bisa terjadi pada fungsi, maksudnya asupan makanan bayi mengalami kekurangan serat, cairan, pengaruh obat, atau bisa karena pengaruh emosi. "Pengaruh emosi misalnya bayi diburu-buru BAB karena ibunya ingin berangkat kerja, suasana di rumah tidak tenang, atau anak pernah mengalami sakit saat BAB dan bercampur darah sehingga dia berusaha menahan BAB-nya."
Hal ini akan membuat mekanisme pengeluaran kotoran menjadi tidak lancar. Akibatnya bayi bisa mengalami konstipasi atau kotoran tersumbat di lubang dubur dan kalau kasusnya berat bisa saja kotoran tersumbat di usus besar.
Deteksi bisa dilakukan dengan melihat frekuensi BAB bayi jadi jarang, kotoran pun keras sampai-sampai ketika BAB bayi menangis. Akibatnya muncul trauma. Bayi kemudian menahan BAB-nya karena takut sakit lagi yang akhirnya membuat kotoran semakin banyak sehingga semakin sulit dikeluarkan dan semakin sakit.
* Saluran Empedu Tidak Terbentuk/Atresia Bilier
Setelah usia 7 hari kotoran bayi harus kuning karena bercampur dengan cairan empedu. Kalau tidak kuning, pucat misalnya, berarti ada sumbatan di saluran empedu. Sumbatan ini harus diperbaiki dengan dilakukan pembedahan. Ini penting mengingat cairan empedu berfungsi untuk mencerna lemak serta vitami-vitamin yang larut di dalamnya. "Tugasnya dokter bedah untuk melakukan pembedahan untuk menghilangkan mampetnya," jelas Hadjat.
Lakukan deteksi dengan melihat tinja bayi apakah berwarna kuning atau tidak. Bila pucat atau berwarna seperti dempul maka ada kemungkinan saluran empedunya tersumbat.
* Perdarahan di Lambung
Warna makanan, menurut Hadjat, umumnya tidak berpengaruh terhadap warna tinja bayi. "Mau warnanya hitam, merah, hijau, kalau pencernaannya baik maka warna tinja tetap saja kuning."
Namun, bila tinja yang keluar berwarna hitam, berarti sebelumnya makanan yang dicerna bercampur dengan darah ketika berada di lambung. "Penyebab perdarahan di lambung bisa bermacam-macam, misalnya minum obat yang dapat merangsang kantung nasi hingga lecet dan berdarah, seperti obat untuk mengatasi demam."
Perdarahan pun mungkin saja bukan terjadi di daerah pencernaan tetapi di daerah lain sehingga kita perlu mengeceknya, perdarahan di hidung misalnya. Bila terjadi perdarahan atau mimisan kemudian darahnya tertelan cukup banyak, ini akan mengubah warna tinja bayi menjadi hitam. Demikian pula bila perdarahan terjadi di puting ibu sehingga bayi mengisap darah ibu. "Bila darah yang terhisap banyak maka bisa juga membuat tinja bayi menjadi hitam."
Deteksi bisa dilakukan dengan melihat kontoran si bayi. Bila berwarna hitam mungkin telah terjadi perdarahan di dalam lambungnya. Agar bayi tidak kehilangan banyak darah yang bisa membahayakan keselamatannya, peradarahan ini perlu segera diatasi. Bila terjadi perdarahan di tempat lain, seperti di puting ibu, maka kita perlu melakukan penyembuhan di daerah tersebut.
* Gastro Oesophageal Refluks
Ini adalah gangguan motorik yang terjadi di lambung. "Seharusnya lambung mendorong makanan dari arah lubang mulut ke lubang dubur, tetapi yang terjadi malah sebaliknya," kata Hadjat. Selain gangguan motorik, kasus ini bisa juga disebabkan adanya sumbatan pada lubang usus 12 jari atau radang pada lambung yang sering disebut penyakit maag.
Amati apakah setiap kali bayi diberi minum dan makan dia selalu gumoh atau muntah. Bila kemudian berat badannya (BB) menunjukkan penurunan bisa saja dia sudah mengalami penyakit ini. Atau bila sudah terjadi perdarahan, misalnya karena iritasi akibat asam lambung masuk ke oesophagus, maka warna tinjanya menjadi hitam. "Hati-hati, muntahan bayi terkadang masuk ke saluran napas sehingga timbul aspirasi pneumonia. Bayi akan mengalami batuk terus-menerus dan sulit untuk disembuhkan," kata Hadjat.

(bid/berbagai sumber)


0 komentar:

Post a Comment

 
 
 

About Me

Total Pageviews