Cuti Melahirkan dan Memberi ASI Eksklusif

Tuesday, December 7, 2010


SALAH satu dampak kehidupan modern adalah pada pengaturan peran dalam keluarga. Dahulu, pengaturan peran adalah ayah sebagai kepala keluarga yang bertugas antara lain memimpin keluarga dan mencari nafkah, ibu bertanggung jawab untuk urusan dalam rumah, serta anak-anak sebagai anggota keluarga yang disiapkan untuk berkembang di masa depan.KEHIDUPAN modern sedikit menggeser pengaturan tersebut. Kini, para ibu dituntut untuk tidak berperan dalam urusan domestik belaka, tetapi juga urusan di luar rumah, seperti bekerja, tanpa melupakan peran keibuan yang tak tergantikan, yaitu hamil, melahirkan, dan menyusui.



Dalam suatu keluarga, kelahiran anak membuat ritme kehidupan sehari-hari yang sebelumnya sudah berlangsung tak dapat dipertahankan apa adanya. Harus ada strategi khusus dan beberapa kompromi agar segalanya dapat berjalan baik. Dalam hal ini, untuk kepentingan ibu hamil dan melahirkan, pemerintah memberikan kelonggaran berupa cuti hamil dan melahirkan selama tiga bulan yang biasanya mulai diambil pada masa akhir kehamilan kira-kira 1,5 bulan sebelum melahirkan sampai kira-kira 1,5 bulan sesudah melahirkan. Setelah cuti selesai, diharapkan ibu bersangkutan dapat kembali bekerja dan beraktivitas seperti biasanya. Aturan ini juga dianut lembaga-lembaga swasta di Indonesia.


 Mari kita evaluasi lagi tentang cuti tiga bulan tersebut.
Untuk seorang perempuan yang melahirkan, cuti itu sudah memadai. Kondisi fisik sesudah melahirkan bahkan sudah dapat pulih jauh sebelum tiga bulan. Jadi, jika cuti tersebut didasarkan pada pemulihan kondisi fisik ibu, jelas waktu tersebut cukup. Namun, bagaimana jika ditinjau dari bayi yang baru dilahirkan?
Bayi yang baru lahir menuntut perhatian ekstra besar dan perawatan yang hati-hati. Untuk keperluan nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. ASI atau air susu ibu adalah nutrisi terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Dalam tulisannya yang terdapat pada situs Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, Rebecca D Williams menyebutkan ASI mengandung sedikitnya 100 macam zat yang tidak terdapat dalam susu formula.
Sekitar 80 persen sel penyusun ASI adalah sel makrofag, yaitu sel yang mampu membunuh bakteri, fungi, dan virus. Untuk perkembangan kecerdasan, ASI mengandung berbagai nutrisi paling tepat untuk mendukung perkembangan kecerdasan bayi. Selain semua yang telah disebutkan di atas, memperoleh ASI merupakan hak asasi setiap bayi sebagaimana Konvensi Hak-hak Anak tahun 1990 telah menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak.


Tak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Artinya, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana seharusnya.
Jika para ibu ingin mempertahankan pemberian ASI eksklusif pada bayi selama enam bulan, setidaknya ada dua pilihan yang dapat digunakan. Pertama, mengambil kerja paruh waktu sesudah masa cuti tiga bulan selesai. Artinya, ibu tetap dapat beraktivitas di luar rumah dan memperoleh penghasilan dengan baik, tetapi masih sempat menyisakan waktu untuk bayi. Untuk berjaga-jaga jika bayi membutuhkan ASI saat ibu tak ada di rumah, ASI dapat dipompa keluar dan disimpan dalam botol untuk selanjutnya diberikan kepada bayi.
Namun, ini bukan cara yang bisa diterapkan begitu saja. Selain tidak mudah untuk memompa ASI, ibu yang bersangkutan harus ketat mengatur dietnya agar produksi ASI-nya melimpah sehingga bisa dipompa ke luar. Ambil rata-rata bayi 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata 5,5 kilogram membutuhkan minum sebanyak 700-800 mililiter (ml) per hari. Jika ibu meninggalkan rumah rata-rata enam jam per hari, maka ia harus memompa ASI sekitar 400 ml mengingat jadwal pemberian ASI adalah sesuka bayi atau kapan saja.
Ini bukan tugas mudah, tetapi setidaknya lebih baik daripada tidak ada pilihan sama sekali. Jika ibu harus tetap bekerja seperti biasa (artinya meninggalkan rumah seharian penuh), maka tugas memompa ASI menjadi jauh lebih berat.
 

Kondisi fisik dan mental yang lelah karena harus bekerja sepanjang hari dan terjebak macet dalam perjalanan pergi pulang kantor ditambah diet yang kurang memadai jelas berakibat pada kelancaran produksi ASI. Jangankan untuk dipompa, pemberian ASI secara langsung saja sudah semakin sulit dipertahankan.
Pilihan kedua adalah cuti hamil diberikan selama enam bulan. Memang, jangka waktu cuti ini bisa saja mula-mula dianggap terlalu lama oleh beberapa pihak, terutama pemberi kerja. Namun, jika kita berpikir ke depan, ke generasi yang akan datang, harga yang dibayarkan pada cuti enam bulan ini akan sepadan.
Selama enam bulan pertama dalam kehidupannya, bayi mendapat perawatan langsung dari tangan ibu yang telah melahirkannya. Ibu pulalah orang yang paling dapat memahami bahwa bayi mempunyai hak-hak yang harus dihargai secara utuh, tanpa dibebani kewajiban apa pun, termasuk kewajiban bersikap manis, menurut, dan tidak rewel.
Setelah usianya hampir enam bulan, saat bayi barangkali sudah dapat duduk dan interaksinya dengan lingkungan sekelilingnya juga semakin baik dan berkembang, ibu bisa bersiap-siap beraktivitas kembali seperti semula. Bandingkan jika cuti hamil dan melahirkan hanya selama tiga bulan. Dalam usia belum dua bulan bayi dipaksakan siap ditinggal ibunya sepanjang hari. Mungkin bayi dengan terpaksa harus dititipkan kepada orang lain-pembantu, pengasuh, baby sitter-yang kadang-kadang bahkan belum kita kenal dengan baik.
PEMBERIAN ASI eksklusif dari berbagai segi akan sangat menguntungkan. Selain bagi bayi, ASI bagi ibu dapat mengurangi risiko perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, dan mengurangi risiko terkena kanker payudara. Lebih daripada itu dari sudut pandang psikologis, ASI adalah sarana pendekat hubungan ibu dan bayi paling efektif.
Kedua opsi tersebut, baik kerja paruh waktu maupun cuti enam bulan, memerlukan landasan hukum agar ibu tidak perlu bergantung pada kemurahan hati atasan untuk mengambil cuti atau memilih kerja paruh waktu selama beberapa saat sesudah melahirkan.
 

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kita jelas tertinggal jauh. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu, yang diambil mulai 11 minggu sebelum hari perkiraan lahir sampai 29 minggu setelah melahirkan. Artinya, mungkin sekali bagi ibu di sana untuk memberikan ASI eksklusif bagi bayinya. Contoh lain, di Denmark, ibu bisa mengambil cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan plus 10 minggu cuti untuk merawat bayi.
Ironis sekali jika melihat kenyataan di Indonesia. Kampanye pemberian ASI eksklusif selama enam bulan tengah mulai digalakkan dan informasi tentang manfaat ASI eksklusif disebarluaskan merata di tengah masyarakat, bahkan pemerintah menetapkan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) sebagai program nasional. Tetapi, pada kenyataannya tidak ada dukungan yang membuat program ini tidak mustahil dilaksanakan bagi ibu bekerja. Jadi, penyebarluasan informasi bisa saja berhasil baik, tetapi hanya sebatas informasi yang sulit sekali diwujudkan sebagai tindakan nyata.
Selayaknya, mempersiapkan generasi yang tangguh dan cerdas di masa depan adalah tanggung jawab semua pihak. Pemberian ASI eksklusif, bagi bangsa dan negara, berarti menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan.
Akida M Widad Ibu yang Menjadi Pengajar pada Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 komentar:

Post a Comment

 
 
 

About Me

Total Pageviews